2.1. Pendekatan Spiral
2.1.1 Pengertian Pendekatan Spiral
Spiral adalah semacam kawat yang melingkar-lingkar, makin ke atas lingkarannya semakin melebar. Dalam kegiatan belajar mengajar, teknik spiral berarti siswa memahami suatu konsep pengetahuan yang sama, tetapi semakin tinggi tingkat kesukarannya semakin sulit atau dengan kata lain semakin tinggi konsep itu maka semakin meluas dan mendalam.
Menurut pendapat Supriyadi (2000:6) pendekatan spiral adalah suatu kegiatan penyajian materi pelajaran dari bahan yang mudah dan kemudian semakin sulit dan rumit, atau semakin tinggi konsep maka semakin meluas dan mendalam.
Pembelajaran spiral adalah belajar berlanjut dari yang konkret menuju yang abstrak dan umum. Setiap konsep dan prinsip hendaknya didefinisikan dan disajikan dengan cara yang cukup konkret dan cukup terperinci agar konsisten dengan perkembangan intelektual anak dan kematangan matematikanya. Setelah itu dapat diajarkan perkembangan konsep selanjutnya dan ini merpakan perkembangan kronologis mental manusia. Belajar spiral sesuai dengan tahap perkembngan intelektual anak.
Murid seharusnya tidak diajarkan keterampilan menjumlahkan pecahan sebelum mereka dapat menambah, mengalikan, membagi dan mengetahui simbol dalam matematika.
Lambang atau simbol yang akan dijumpai siswa disepanjang pembelajaran matematika, sebagai berikut:
+ (tambah), - (kurang), (bagi), x (kali), = (sama dengan), > (lebih
besar dari), < (lebih kecil dari), ≥ (lebih besar atau sama dengan), ≤ (lebih kecil atau sama dengan).
Pendekatan spiral dalam belajar matematika, konsep-konsep matematika yang sering dikembangkan disekolah adalah konsep bilangan, luas, bukti, menghitung, fungsi dan limit. Konsep tersebut dikembangkan dalam satu spiral berjalan dari definisi dan aplikasi yang konkret dan khusus menuju ke definisi dan aplikasi yang makin abstrak dan umum. Sesudaah siswa matang secara intelektual mereka lebih mampu memahami dan menggunakan konsep yang lebih abstrak.
Misalkan konsep bilangan. Dikelas 1 SD murid diajarkan menghitung, mengenal lambamg bilangan, menulis lambang bilangan. Di kelsa 3 suda mempelajari konsep himpunan bilangan asli, konsep pecahan dapat disajikan dan siswa dapat belajar sifat pecahan bilangan positif. Selanjutnya diajarkan sebagai penyajian baru pecahan desimal, disajikan setelah mengetahui konsep bilangan cacah dan pecahan. Pada kelas berikutnya konsep bilangan digeneralisasikan, mencakup bilangan negatif dan pecahan negatif. Kemudian dalam al jabar sistem bilangan digeneralisasikan lagi lebih lanjut, bilangan rill yang lebuh abstrak.
Agar kegiatan belajar dengan menggunakan teknik spiral dapat berjalan secara tepat guru harus menggunakan langkah-langkah. adapun langkah-langkah penggunaan teknik pembelajaran spiral dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a. Guru menuliskan sebuah kata, misalnya kata ibu (sebagai subjek) atau dalam pembelajaran operasi hitung bilangan campuran guru dapat menyajikan operasi hitung campuran yang terdiri atas dua bilangan, misalnya 10 x 3 = .
b. Langkah berikutnya guru menambahkan sebuah frasa misalnya sedang memasak (sebagai predikat) atau dalam pembelajaran operasi hitung bilangan campuran, bilangan tersebut diperluas dengan satu bilangan lagi, misalnya 10 x 3 + 4 = .
c. Langkah selanjutnya guru menambahkan lagi sebuah kata misalnyanasi (sebagai objek) atau dalam pembelajaran operasi hitung bilangan campuran, bilangan tersebut diperluas dengan satu bilangan lagi, misalnya 10 x 3 + 4 : 2 = ..
d. Langkah terakhir, guru menambahkan lagi sebuah frasa misalnya di dapur (sebagai keterangan tempat) atau dalam pembelajaran operasi hitung bilangan campuran bilangan tersebut diperluas dengan satu bilangan lagi, misalnya 10 x 3 + 4 : 2 15 = .
2.1.2. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Spiral
Setiap teknik pembelajaran dapat dipastikan memiliki kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan dibandingkan dengan teknik pembelajaran yang lain. Jika dibandingkan dengan teknik pembelajaran yang lain, teknik spiral memiliki kelebihan-kelebihan atau keunggulan-keunggulan sebagai berikut.
Kelebihan Pembelajaran Spiral
1. Siswa lebih bisa memahami konsep pembelajaran karena pembelajaran diawali dengan materi yang mudah menuju ke materi yang lebih rumit.
2. Guru dapat mengembangkan materi pembelajaran dalam jumlah yang hampir tidak terbatas, yaitu dengan terus memperluas dan meningkatkan kedalaman materi pembelajaran sehingga siswa dapat memperoleh dan memahami materi pembelajaran yang seluas-luasnya.
3. Teknik spiral dapat merangsang dan mengembangkan kemampuan berpikir yang dimiliki siswa.
4. Teknik spiral dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap pengetahuan dan pengalamannya.
Kelemahan Pembelajaran Spiral
1. Siswa yang memiliki kemampuan pemahaman yang rendah akan mengalami kesulitan untuk memahami materi pembelajaran yang lebih luas.
2. Siswa yang kurang menguasai materi pelajaran pada tingkatan yang mudah akan mengalami kesulitan dalam memahami pembelajaran yang diperluas atau diperdalam.
3. Memerlukan persiapan yang lebih matang, baik dalam penyusunan maupun penyajian materi.
4. Guru dituntut untuk lebih menguasai materi pelajaran yang lebih luas.
2.1.3. Contoh Pendekatan Spiral
Ketika kita mengajarkan di tingkat SD yang perlu mereka ketahui adalah bilangan bulat, ganjil, genap dinyatakan secara konkret intuitif. Metika mereka duduk di SMP materi bilangan diperdalam mengenaji jenis bilangn seperti bilangan irrasional, bilangan kompleks dan sebagainya. Kemudian materi itu diperdlam lagi ketika mereka duduk di SMA, yakni tentang operasi berhubungan dengan defernsial dan integral, enggunaan bilangan dalam logaritma, limit dan seterusnya.
2.2. Pendekatan Deduktif
2.2.1. Pengertian Pendekatan Deduktif
Dalam matematika sering terjadi bahwa aturan-aturan dicoba dibuktikan kebenarannya sebelum ditetapkan sebagai aturan umum. Setelah terbukti kebenarannya barulah aturan tersebut dinyatakan sah dan dapat diterapkan pada persoalan-persoalan yang istimewa sekalipun. Cara berpikir dengan cara tersebut adalah cara berpikir yang mengakui kebenaran secara umum berlaku pada hal-hal khusus, atau istilahnya yaitu penalaran deduktif.
Metode deduktif ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks pendekatan deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Berpangkal pada hal tersebut, cara penalaran deduktif diadopsi menjadi sebuah pendekatan pembelajaran deduktif. Yang prinsip dasarnya sama persis seperti bentuk penalaran deduktif. Hanya saja hal ini diterapkan secara prosedural dalam pembelajaran dikelas. Berikut beberapa pengertian pendekatan pembelajaran deduktif yang disampaikan oleh beberapa ahli.
Menurut Sagala (2006, hlm. 76) pendekatan deduktif adalah, Proses penalaran yang bermula dari keadaan umum hingga keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus. Hal ini berarti pendekatan pembelajaran deduktif berpedoman pada penalaran deduktif. Sehingga prinsip-prinsip dalam bernalar secara deduktif dirasa perlu dalam aplikasinya pada pembelajaran di kelas.
Menurut Suwangsih & Tiurlina (2006, hlm. 110 ), Pendekatan deduktif berdasarkan penalaran deduktif, penalaran deduktif merupakan cara penarikan kesimpulan dari hal yang umum menjadi hal yang lebih khusus. Dari pendapat tersebut ternyata tidak berbeda dengan pandangan para ahli lainnya yang mengemukakan bahwa pendekatan deduktif itu berpangkal pada penalaran deduktif.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada penalaran deduktif yang bermula pada keadaan umum ke kekeadaan khusus yang disajikan dengan aksioma, prinsip, serta dalil-dalil yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Seperti contoh berikut ini yaitu untuk sembarang segitiga siku-siku berlaku kuadrat hipotenusa (sisi miring) sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya. Ada segitiga siku-siku ABC, siku-siku di A. Dari contoh teorema Pythagoras tersebut maka dapat dilakukan penarikan kesimpulan dari hal yang lebih umum ke hal yang lebih khusus.
Aplikasi pembelajaran pendekatan deduktif memang sedikit lebih berat dan sangat abstrak, sehingga untuk ukuran siswa sekolah dasar harus bijak dalam menggunakan pendekatan ini. Selain itu dalam menggunakan pendekatan deduktif syarat utamanya yaitu siswa harus memahami terlebih dahulu konsep-konsep dasarnya. Jika tidak menguasai konsep dasar terlebih dahulu maka siswa sudah pasti akan mengalami kesulitan dan kebingungan dalam menyelesaikannya. Sehingga dalam penggunaan pendekatan pembelajaran deduktif sebelumnya seorang pengajar sudah paham betul tentang penguasaan materi para siswa. Jika dirasa perlu dan mampu maka boleh dipakai dengan pendekatan deduktif untuk memepertajam lagi kemampuan siswa dalam penguasaan materi pembelajaran.
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya. Menurut Yamin (2005, hlm. 78) pendekatan deduktif dapat dipergunakan bila,
siswa belum mengenal pengetahuan yang sedang dipelajari;
isi pelajaran meliputi terminologi, teknis dan bidang yang kurang membutuhkan proses berfikir kritis;
pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai persiapan yang baik dan pembicaraan yang baik; dan
waktu yang tersedia sedikit.
Perlu diperhatikan pula sebelum menggunakan pendekatan pembelajaran deduktif di kelas seorang guru harus mengetahui terlebih dahulu langkah-langkah pembelajarannya, ini bertujuan agar pada pelaksanaanya bisa berjalan dengan lancar dan berhasil. Menurut Sagala (2006, hlm. 76) langkah-langkah pembelajaran pendekatan deduktif ada 4 (empat).
Memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif.
Menyajikan aturan, prinsip yang bersifat umum lengkap dengan definisi dan buktinya.
Disajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyususn hubungan antara keadaan khusus itu dengan aturan, prinsip umum.
Disajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.
2.2.2. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Deduktif
Adapun kelebihan dan kelemahan dari pendekatan deduktif dibandingkan dengan pendekatan lain adalah :
A. Kelebihan Pendekatan Deduktif
Tidak memerlukan banyak waktu.
Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan kedalam soal-soal atau masalah yang konkrit.
B. Kelemahan Pendekatan Deduktif
Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan siswa baru bisa memahami konsep setelah disajikan berbagai contoh.
Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan karna siswa menerima konsep matematika yang secara langsung diberikan oleh guru.
Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan deduktif, karna disini siswa langsung menerima konsep matematika dari guru tanpa ada kesempatan menemukan sendiri konsep tersebut.
Contoh Pendekatan Deduktif
Seorang guru memberikan materi tentang volume balok kepada siswa. Pada awal pembelajaran guru memberikan definisi dan konsep mengenai balok dan rumus volume balok. Kemudian guru menerapkan rumus volume tersebut pada beberapa contoh soal. Selanjutnya guru memberikan beberapa tugas kepada siswa yang sesuai contoh yang telah diberikan. Tugas ini bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa mengenai materi yang telah disampaikan.
2.3. Pendekatan Induktif
2.3.1. Pengertian Pendekatan Induktif
Mendengar kata induktif ini sudah menjadi hal yang tidak asing dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, tetapi terasa menjadi asing saat ada dalam pembelajaran matematika. Ternyata kata induktif ini digunakan juga dalam pembelajaran matematika yang terkenal dengan permainan angka dan logikanya.
Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof dari Inggris yang bernama Prancis Bacon (1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkret sebanyak mungkin. Cara induktif ini disebut juga sebagai dogmatif yang artinya bersifat mempercayai begitu saja tanpa diteliti secara rasional. Dengan kata lain bahwa fakta-fakta yang ada menjadi suatu landasan dalam cara induktif ini.
Menurut Sagala (2006, hlm. 77), berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena.
Dapat disimpulkan bahwa pendekatan induktif adalah suatu proses bernalar yang bermula dari khusus menuju ke yang umum dengan memperhatikan unsur fakta setelah terjadi pengamatan. Dengan kata lain pendekatan induktif memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuaanya melalui konsep-konsep yang khusus hingga umum.
Berkenaan dengan pembelajaran induktif di sekolah dasar merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Pembelajaran induktif ini pada dasarnya membutuhkan suatu contoh yang kongkret yang dapat mudah dimengerti oleh siswa, kemudian dengan adanya contoh tersebut maka siswa akan lebih mudah dalam memahami maksud dari contoh-contoh tersebut, sehingga pada tahap selanjutnya siswa dapat menarik kesimpulan mengenai maksud dari contoh-contoh yang telah dipaparkan tersebut.
Pada dasarnya penerapan pendekatan induktif harus memperhatikan karakteristik siswa, bahan ajar, keterampilan guru, serta waktu yang tersedia. Menurut Yamin (2005, hlm. 78) pendekatan induktif tepat dipergunakan bila siswa telah mengenal atau telah mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut,yang diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi, sikap, pemecahan, dan pengambilan keputusan pengajar mempunyai keterampilan fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan terampil mengulang pertanyaan, dan sabar, waktu yang tersedia cukup panjang.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif memiliki langkah-langkah tersendiri dalam pelaksanaanya. Menurut Sagala (2006, hlm. 77) langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif adalah:
Memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan induktif;
Menyajikan contoh-contoh khusus konsep, prinsip atau aturan itu yang memungkinkan siswa memperkirakan (hipotesis) sifat umum yang terkandung dalam contoh-contoh itu disajikan bukti-bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang atau menyangkal perkiraan itu; dan
Disusun pernyataan mengenai sifat umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah yang terdahulu.
2.3.2. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Induktif
Adapun kelebihan dan kelemahan dari pendekatan induktif dibandingkan dengan pendekatan lain adalah :
Kelebihan Pendekatan Induktif
Memberikan kesempatan pada siswa untuk berusaha sendiri atau menemukan sendiri suatu konsep sehingga akan diingat dengan lebih baik.
Murid memahami sifat atau rumus melalui serangkaian contoh. Kalau terjadi keraguan mengenai pengertian dapat segera diatasi sejak masih awal.
Dapat meningkatkan semangat belajar siswa.
Kelemahan Pendekatan Induktif
Memerlukan banyak waktu.
Kadang-kadang hanya sebagian siswa yang terlibat secara aktif.
Sifat dan rumus yang diperoleh masih memerlukan latihan atau aplikasi untuk memahaminya.
Secara matematik (formal) sifat atau rumus yang diperoleh dengan pendekatan induktif masih belum menjamin berlaku umum.
2.3.3. Contoh Pendekatan Induktif
Seorang guru memberikan materi mengenai bangun datar persegi panjang. Diawal pembelajaran guru menyuruh siswa untuk membuat persegi panjang dengan menggunakan alat peraga berupa kertas. Siswa dituntut untuk membentuk kertas tersebut menjadi sebuah bangun persegi panjang. Siswa diperintah untuk berdiskusi tentang sifat sifat bangun persegi panjang. Kemudian pada akhir pembelajaran siswa dan guru sama sama saling menyimpulkan mengenai sifat sifat bangun persegi panjang.
2.3.4 Perbedaan Pendekatan Deduktif dan Induktif
Teori normatif menggunakan pertimbangan nilai yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagai contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntansi seharusnya didasarkan kepada pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi merupakan premis dari teori normatif. Sebaliknya, teori deskriptif berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi. Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan sistem yang tertutup dan nonempiris yang kesimpulannya secara ketat didasarkan kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.
Salah satu pertanyaan yang menarik adalah apakah temuan riset empiris dapat bebas nilai atau netral karena pertimbangan nilai sesungguhnya mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris berupaya untuk deskriptif, penelitinya tidak mungkin sepenuhnya bersikap netral dengan dipilihnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut. Perbedaan yang lebih mencolok antara sistem deduktif dan induktif adalah: kandungan atau isi teori deduktif kadang bersifat global (makro) sedangkan teori induktif umumnya bersifat partikularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat total dan menyeluruh maka kesimpulannya pasti bersifat global. Sistem induktif, karena didasarkan kepada fenomena empiris umumnya hanya berfokus kepada sebagian kecil dari fenomena tersebut yang relevan dengan permasalahan yang diamatinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar